NILAI EKONOMI
TAMAN WISATA ALAM RIMBO PANTI
( Valuasi
Ekonomi Rimbo Panti )
I.
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG
Taman wisata Alam Rimbo Panti yang ada
di Sumatera Barat Merupakan Salah Satu Kawasan Lindung yang Harus dilestarikan
dan upaya yang dilakukan untuk melestarikan Taman Wisata Tersebut adalah dengan
adanya kajian nilai ekonomi dan hasil kajian ini bisa menjadi kekuatan dari
berbagai stake holder untuk salah satu landasan kenapa sumber daya alam wisata
alam rimbo panti harus dilindungi.
Potensi
sumber daya alam Indonesia sangat berlimpah, wilayah hutan tropis Indonesia
terluas ketiga di dunia dengan cadangan minyak, gas alam, emas, tembaga dan
mineral lainnya. Indonesia memiliki tanah dan area lautan yang luas, dan kaya
dengan berjenis-jenis ekologi. Walaupun demikian persoalan tentang pengelolaan
sumber daya alam hanya mendapat perhatian sedikit dari para pengambil
kebijakan.
Walaupun
kekayaan sumber daya alam Indonesia begitu berlimpah bukan berarti
pengelolaan
dari sumberdaya alam itu harus terabaikan. Justru pengelolaan sumber daya
alam yang
dilakukan secara terus menerus sebagai usaha untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi, meningkatkan kesejahteraan rakyat tentu harus memperhatikan lingkungan,
karena pengelolaan alam yang hanya berorientasi
ekonomi hanya akan membawa efek
positif secara ekonomi tetapi menimbulkan efek negatif bagi kelangsungan
kehidupan umat manusia. Oleh sebab itu
pengelolaan sumber daya alam perlu memperhatikan kelestarian lingkungan
dengan bertanggung jawab (Yoeti, 2000).
Dengan
keberagaman kekayaan sumber daya alam yang dimiliki bangsa Indonesia, tentunya
hal ini menjadi pertimbangan bagi pemerintah
untuk membangun industri pariwisata yang nantinya mampu memberikan
kontribusi secara multidimensi bagi pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
Kepariwisataan
itu penting disebabkan oleh beberapa
faktor diantaranya yaitu :
1.
Berkurangnya penerimaan devisa dari
ekspor minyak dibandingkan waktu sebelumnya.
2.
Prospek pariwisata yang tetap
memperlihatkan kecenderungan meningkat dari waktu-kewaktu.
3.
Besarnya potensi wisata yang dimiliki
bagi pengembangan pariwisata di Indonesia .
Pariwisata di
Indonesia telah dianggap sebagai salah satu sektor ekonomi penting. Bahkan
sektor ini diharapkan akan menjadi penghasil devisa nomor satu. Di samping
menjadi mesin penggerak ekonomi, pariwisata juga merupakan wahana yang menarik untuk
mengurangi angka pengangguran mengingat barbagai jenis wisata dapat ditempatkan
dimana saja. Oleh sebab itu pembangunan wisata dapat dilakukan di daerah yang
pengaruh penciptaan lapangan kerja paling menguntungkan.
Wisata
pada awalnya digolongkan dalam kategori industri hijau (green industry).Namun
dengan besarnya pengembangan wisata yang menitik beratkan pada kepentingan
ekonomi tanpa mengindahkan potensi lingkungan dan tidak memperhatikan daya
dukung dan daya tampung lingkungan menimbulkan terjadinya penurunan kualitas
lingkungan.Lingkungan di beberapa obyek wisata rusak akibat volume pengunjung
dan besarnya tekanan terhadap lingkungan.
Seiring
dengan meningkatnya kesadaran berbagai pihak terhadap lingkungan dan isu-isu
tentang pembangunan yang berwawasan lingkungan telah memberikan konstribusi
terhadap pandangan pentingnya prinsip-prinsip wisata berkelanjutan.Prinsip
pariwisata yang diharapkan dapat mempertahankan kualitas lingkungan,
mempertahankan budaya, memberdayakan masyarakat lokal dan memberikan manfaat
ekonomi kepada masyarakat lokal, kawasan dan pemerintah.
Wisata
adalah industri yang kelangsungannya sangat ditentukan oleh baik dan buruknya
lingkungan.Tanpa lingkungan yang baik tidak mungkin wisata berkembang.Oleh
karena itu pengembangan wisata haruslah memperhatikan terjaganya mutu lingkungan,
sebab dalam industri wisata, lingkungan itulah yang sebenarya dijual.Kebijakan
pembangunan pariwisata yang dikaitkan dengan upaya pengelolaan lingkungan
hidup, merupakan salah satu kebutuhan panting bagi pelayanan para wisatawan, pembangunan
pariwisata dan pengelolaan lingkungan hidup laksana dua sisi mata uang.Saling
melengkapi dan dapat menjadi daya tarik dan pesona bagi wisatawan.
Untuk
itu perlu adanya konsep pengelolaan pembangunan kawasan wisata yang
berorientasi pada lingkungan dengan menerapkan model pembangunan berkelanjutan{sustainable
development), pengertian pembangunan berkelanjutan ini semakin berguna dan
tersebar penggunaannya setelah diterbitkannya publikasi "Our Common
Future" pada tahun 1987 oleh "World Commission on Environment and
Development". Pembangunan berkelanjutan diartikan sebagai pembangunan yang
memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa membahayakan kemampuan generasi yang
akan datang untuk memenuhi kebutuhannya.
Dalam
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan perlu pengupayaan pemanfaatan
secara optimal dan berkelanjutan (sustainable). Untuk mencapai tujuan ini, maka
perlu diketahui manfaat ekonomi sumber daya alam dan lingkungan secara
menyeluruh, baik manfaat ekonomi yang
tangible maupun manfaat yang
intangible. Pengertian tangible
adalah biaya atau keuntungan suatu proyek yang mempunyai nilai uang, sedangkan
intangible adalah biaya atau keuntunga sesuatu proyek yang tidak dapat dihitung
(dikuantifikasikan) atau dapat dikuatifikasikan tetapi sulit dinilai dengan uang,
Seperti : pemandangan indah, manfaat rekreasi (C Pass, B Lowes, 1988). Kedua
bentuk manfaat tersebut perlu dikelola dengan sebaik-baiknya agar memberikan
manfaat yang sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat secara
berkelanjutan.
Penilaian
terhadap suatu kawasan wisata memiliki peranan yang dapat menentukan
pengembangan dari tempat wisata itu sendiri yang mencakup berbagai faktor yang
berkaitan dengan nilai sosial dan politik.Menurut Ward et.al, 2000 (dalam
Rahardjo) metode penilaian khususnya untuk mengukur nilai ekonomi wisata alam
yang paling banyak dipakai adalah Travel Cost Method (TCM). Metode ini menduga
nilai ekonomi kawasan wisata berdasarkan penilaian yang diberikan masing-masing
individu atau masyarakat terhadap kenikmatan yang tidak ternilai (dalam rupiah)
dari biaya yang dikeluarkan untuk berkunjung ke sebuah objek wisata, baik itu
opportunity cost maupun biaya langsung yang dikeluarkan seperti biaya
transportasi, konsumsi makanan, minuman, hotel, tiket masuk dan sebagainya.
1.2.
TUJUAN
Tujuan dari
penelitian ini adalah mengukur nilai ekonomi yang diperoleh pengunjung Taman
Wisata Alam Rimbo Panti, Kab.Pasaman Timur Sumatera Barat dengan menggunakan
metode biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method). Wisata Taman
Wisata Alam Rimbo Panti dipilih karena potensi wisata yang dimilikinya
tergolong tinggi dan sangat.
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cagar Alam Rimbo Panti
Pulau Sumatera dikenal
sebagai salah satu pusatkeanekaragaman hayati yang memiliki kawasan hutan dengan
keanekaragaman jenis tumbuhan yang tinggi.Hutan Alam Rimbo Panti di Sumatera
Barat dengan luas ± 3400 ha termasuk salah satu kawasan hutan yang
memilikikeanekaragaman jenis tumbuhan dan mempunyai tipevegetasi cukup
beragam.Keragaman tipe vegetasi umumnya dapat dijumpai dalam tipe ekosistem
hutandataran rendah yang sebagian besar terdiri atas hutanperbukitan.Seiring
dengan laju perkembangan daerah dan pertambahan penduduk maka gangguan terhadap
Hutan Alam Rimbo Panti juga semakin meningkat. Pencurian kayu serta pembukaan
hutan untuk areal perladangan telahmenciptakan kerusakan di beberapa tempat dan
hal ini perlu mendapat perhatian demi keutuhan kawasan cagaralam. Kerusakan
hutan tersebut dikhawatirkan akan mengganggu kehidupan berbagai jenis satwa seperti
orang Utan, kera, Harimau dan jenis-jenis burung. Berkaitan dengan hal
tersebut, pengetahuan serta penelitian melalui pengungkapan data vegetasi
melalui penarikan petakcuplikan pada beberapa tempat dengan ketinggian
yangberbeda perlu dilakukan untuk memberi gambaran mengenai kondisi dan potensi
kawasan hutan alam RimboPanti.
Cagar
Alam Rimbo Panti terletak di Kabupaten Pasaman, di pinggir jalan dari
Bukittinggi ke arah Medan. Rimbo Panti merupakan taman wisata dan cagar alam
yang di dalamnya hidup berbagai jenis satwa seperti rusa, tapir, kambing hutan,
berbagai jenis kera, berbagai jenis burung, macan tutul, harimau dan lain-lain.
Selain
dihuni oleh berbagai jenis satwa terdapat juga kawah magma yang panas, dimana
letupan-letupan dari magma tersebut merupakan suatu atraksi yang mengasyikkan
dan mungkin sulit dijumpai di tempat-tempat lainnya.
Kegiatan yang dapat
dilakukan di objek tersebut yaitu potret memotret/photo hunting,
penelitian ilmiah dan rekreasi alam.
Untuk mencapai
kawasan Taman Wisata Rimbo Panti dapat ditempuh dengan menggunakan kendaraan
umum/pribadi (bus, colt, jeep) melalui rute sebagai berikut:
♥ Oplet
Bukittinggi – Lubuk
Sikaping – Rimbo Panti, sekitar 130 km dan memakan waktu 3 jam perjalanan.
♥ Bus
Padang – Bukittinggi
– Lubuk sikaping – Rimbo Panti, sekitar 229 km dan memakan waktu 6 jam
perjalanan.
Gambar 1. Alam Rimbo Panti
Kawasan ini terletak pada koordinat 0º20.682’LU
dan100º04.138’BT, Bagian sebelah timur jalan sebagian besar berupa hutan rawa
sedangkan bagian barat merupakan hutan perbukitan dengan kondisi medan bergelombang
sampai berbukit. Dalam kawasan hutanperbukitan pada beberapa tempat dijumpai
medan yangagak terjal (kelerengan >30%), dengan kondisi tanah agakkering dan
berkapur. Menurut informasi, hutan perbukitanini terdapat pada daerah patahan
yang rawan terhadaplongsor dan erosi.Di kawasan hutan perbukitan terutamapada
daerah kaki bukit (ketinggian 200-300 m. dpl.) dibeberapa tempat terlihat
terbukanya lapisan kanopi akibat penebangan hutan.Pada tempat terbukanya
lapisan kanopiini banyak dijumpai jenis-jenis tumbuhan sekunder sepertiOmalanthus populneus, Macaranga tanarius,
Macarangadiepenhorstii, Ficus variegata dan Arenga
obtusifolia.Penebangan
hutan juga dijumpai pada ekosistem hutanrawa.Di beberapa tempat baik ada hutan
rawa yangtergenang secara musiman maupun yang selalu tergenangsering terjadi
pembukaan hutan untuk dijadikan arealperladangan.Di kawasan ini jenis Terminalia copelandii dan Pterocymbium tubulatum tampak dapat beradaptasi dengan baik. Topografi umumnya relatif datar
dan ditempat-tempat tergenang ke dalaman air berkisar antara0,5-1 m.
2.2.
Pariwisata
Pariwisata
merupakan salah satu industri yang mampu menyediakan pertumbuhan ekonomi yang
cepat dalam hal penyediaan lapangan kerja, pendapatan, tarif hidup, dan dalam
mengaktifkan sektor produksi lain di dalam negara peneri ma wisatawan.
James
J. Spillane (1989) dalam Badrudin (2000) mendefi nisi kan pariwisata sebagai
kegiatan melakukan perjalanan dengan tujuan mencari kepuasan, mencari sesuatu, memperbaiki
kesehatan, menikmati olahraga atau istirahat, menunaikan tugas, berziarah dan
lain-lain.
Berikut adalah
jenis-jenis pariwisata, menurut James J. Spillane (1989) dalam Badrudin (2000)
yang terdapat di daerah tujuan wisata yang menarik customer untuk mengunjunginya sehingga dapat
pula diketahui jenis pariwisata yang mungkin layak untuk dikembangkan dan
mengembangkan jenis sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan pariwisata
tersebut.
A.
Pariwisata untuk menikmati perjalanan
(pleasure tourism) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang yang meninggalkan
tempat tinggalnya untuk berlibur, mencari udara segar yang baru, untuk
mengendorkan ketegangan syarafnya, untuk menikmati keindahan alam, untuk
menikmati hikayat rakyat suatu daerah, untuk menikmati hiburan, dan sebagainya.
B.
Pariwisata untuk rekreasi (recreation
sites) Jenis pariwisata ini dilakukan oleh orang yang menghendaki pemanfaatan
hari-hari libur untuk istirahat, untuk memulihkan kembali kesegaran jasmani dan
rohani, yang akan menyegarkan keletihan dan kelelahannya.
C.
Pariwisata untuk Kebudayaan (cultural
tourism) Jenis pariwisata ini ditandai oleh adanya rangkaian motivasi seperti
keinginan untuk belajar di pusat-pusat pengajaran dan riset, untuk mempelajari
adat istiadat, cara hidup masyarakat negara lain dan sebagainya
D.
Pariwisata untuk Olahraga (sports
tourism) Jenis pariwisata ini bertujuan untuk tujuan olahraga, baik hanya untuk
menarik penonton olahraga dan olahragawannya sendiri serta ditujukan bagi
mereka yang ingin mempraktikkannya sendiri.
E.
Pariwisata untuk urusan dagang besar
(business tourism) Dalam jenis pariwisata ini, unsur yang ditekankan adalah
kesempatan yang digunakan oleh pelaku perjalanan ini yang menggunakan
waktu-waktu bebasnya untuk menikmati dirinya sebagai wisatawan yang mengunjungi
berbagai obyek wisata dan jenis pariwisata lain.
F.
Pariwisata untuk konvensi (convention
tourism) Banyak negara yang tertarik dan menggarap jenis pariwisata ini dengan
banyaknya hotel atau bangunan-bangunan yang khusus dilengkapi untuk menunjang
convention tourism.
2.3. VALUASI EKONOMI
Secara
umum dapat didefinisikan bahwa valuasi ekonomi pada dasarnya adalah suatu upaya
untuk memberikan nilai kuantitatif terhadap barang dan jasa yang dihasilkan
oleh sumber daya alam dan lingkungan terlepas dari apakah nilai pasar (market value) tersedia atau tidak
(Susilowati, 2002). Akar dari konsep penilaian ini sebenarnya berdasarkan pada
ekonomi neoklasikal (neoclassical
economic theory) yang menekankan pada kepuasan atau keperluan konsumen.
Berdasarkan pemikiran neoklasikal ini dikemukakan bahwa penilaian setiap
individu pada barang dan jasa tidak lain adalah selisih antara keinginan
membayar (willingness to pay = WTP), dengan biaya untuk mensuplai barang dan
jasa tersebut.
Surplus
konsumen merupakan perbedaan antara jumlah yang dibayarkan oleh pembeli untuk
suatu produk dan kesediaan untuk membayar (Samuelson dan Nordhaus,
1990).Surplus konsumen timbul karena konsumen menerima lebih dari yang
dibayarkan dan bonus ini berakar pada hukum utilitas marginal yang semakin
menurun.Sebab timbulnya surplus konsumen, karena konsumen membayar untuk tiap
unit berdasarkan nilai unit terakhir. Surplus konsumen mencerminkan manfaat
yang diperoleh karena dapat membeli semua unit barang pada tingkat harga rendah
yang sama (Samuelson dan Nordhaus, 1990).
"'Total
Surplus Konsumen adalah bidang di bawah kurva permintaan dan di atas
garis harga
Sumber :
Djijono, 2002
Keterangan:
OREM = Total utilitas / kemampuan membayar
konsumen
ONEM = Biaya barang bagi konsumen
NRE = Total Nilai surplus konsumen
Total economic
Value (TEV) pada dasarnya sama dengan net benefit yang diperoleh dari sumber
daya alam, namun didalam konsep ini nilai yang dikonsumsi oleh seorang individu
dapat dikategorikan ke dalam dua komponen utama
use value dan non-use value (Susilowati, 2002).
Komponen
pertama, yaitu use value pada dasarnya diartikan sebagai nilai yang diperoleh
seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumber daya alam dimana
individu berhubungan langsung dengan sumber daya alam dan lingkungan. Use value secara lebih rinci diklasifikasikan
kembali kedalam direct use value dan
indirect use value. Direct use value merujuk pada kegunaan langsung dari
konsumsi sumber daya seperti penangkapan ikan, pertanian. Sementara indirect use value merujuk pada nilai yang
dirasakan secara tidak langsung kepada masyarakat terhadap barang dan jasa yang
dihasilkan oleh sumber daya alam dan lingkungan. Komponen kedua, non-use value
adalah nilai yang diberikan kepada sumber daya alam atas keberadaannya meskipun
tidak dikonsumsi secara langsung.Non-use value lebih bersifat sulit diukur
(less tangible) karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan
ketimbang pemanfaatan langsung. Secara detail kategori non-use value ini dibagi kedalam sub-class
yaitu existence value, Bequest value dan option value. Existence value pada
dasarnya adalah penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumber daya alam
dan lingkungan. Bequest value diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh
generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan (bequest) sumber daya untuk
generasi mendatang (mereka yang belum lahir). Sementara option value lebih
diartikan sebagai nilai pemeliharaan sumber daya sehingga pilihan untuk
memanfaatkan untuk masa yang akan datang tersedia. Nilai ini merujuk pada nilai
barang dan jasa dari sumber daya alam yang mungkin timbul sehubungan dengan
ketidakpastian permintaan di masa yang akan datang.
2.4. PENDEKATAN PERJALANAN (TRAVEL COST METHOD)
Konsep dasar
dari metode travel cost adalah waktu dan pengeluaran biaya perjalanan (travel
cost expenses) yang harus dibayarkan oleh para pengunjung untuk mengunjungi tempat
wisata tersebut yang merupakan hatga untuk akses ke tempat wisata (Garrod dan
Willis,
1999).Itulah yang disebut dengan willingness to pay (WTP) yang diukur
berdasarkanperbedaan biaya perjalanan.
Terdapat
beberapa pendekatan yang digunakan untuk memecahkan permasalahan melalui metode
travel cost menurut Garrod dan Willis (1999), yaitu:
1.
Pendekatan Zona Biaya Perjalanan (A simple
zonal travel cost approach), menggunakan data sekunder dan pengumpulan data
dari para pengunjung menurut daerah asal.
2.
Pendekatan Biaya Perjalanan Individu
(An individual travel cost approach), menggunakan survei data dari para
pengunjung secara individu.
Penelitian
dengan menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method) biasanya
dilaksanakan melalui survey kuesioner pengunjung mengenai biaya perjalanan yang
harus dikeluarkan ke lokasi wisata, kunjungan ke lokasi wisata yang lain
(substitute sites), dan faktor-faktor sosial ekonomi (Suparmoko, 1997). Data
tersebut kemudian digunakan untuk menurunkan kurva permintaan dimana surplus
konsumen dihitung.
Metode
ini telah banyak dipakai dalam perkiraan nilai suatu taman rekreasi dengan
menggunakan berbagai variabel (Suparmoko, 2000). Pertama kali dikumpulkan data
mengenai jumlah pengunjung taman, biaya perjalanan yang dikeluarkan, serta
faktor-faktor lain seperti tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan mungkin
juga agama dan kebudayaan serta kelompok etnik dan sebagainya. Data atau
informasi tersebut diperoleh dengan cara mewawancarai para pengunjung taman
rekreasi tersebut mengenai jarak tempuh mereka ke lokasi taman rekreasi
tersebut, biaya perjalanan yang dikeluarkan, lamanya waktu yang digunakan,
tujuan perjalanan, tingkat pendapatan rata-rata, dan factor sosial ekonomi
lainnya.
Hutan
dan ekosistemnya sebagai modal dasar pembangunan nasional dengan keanekaragaman
tumbuh-tumbuhan dan hasil kayu maupun non kayu memberikan manfaat yang besar
bagi kehidupan manusia.Arief (2001) menjelaskan hasil-hasil hutan dibedakan
berdasarkan sifat tangible dan intagible.Sifat-sifat intagible terdiri atas
hasil yang berkaitan dengan sistem alami misalnya hidrologi dan wisata
alam.Sedangkan sifat-sifat tangible berupa hasil hutan berupa kayu.Salim (1997)
menggolongkan manfaat hutan ke dalam manfaat langsung dan manfaat tidak
langsung. Manfaat langsung adalah manfaat yang dapat dirasakan secra langsung
oleh masyarakat yaitu masyarakat dapat menggunakan dan memanfaatkan hasil
hutan, antara lain kayu yang merupakan hasil utama hutan, serta berbagai hasil
hutan ikutan seperti rotan, getah, buah-buahan, madu dan lain-lain.
Jasa
rekreasi hutan sebagai produk tambahan dan sifatnya tidak nyata (intangible)
dari hutan menghadapi tantangan ketika jenis produk ini tidak memiliki harga
pada sistem pasar normal, padahal permintaan masyarakat akan jasa rekreasi
hutan terus meningkat sebagai akibat dari pendapatan per kapita penduduk naik,
meningkatnya mobilitas penduduk dan ketersediaan waktu luang bagi sebagian
masyarakat (Supriadi, 1999).
III.
ANALISIS DAN SITENSIS
Metode
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah regresi linear berganda dengan
spesifikasi jumlah kunjungan tempat Wisata dipengaruhi oleh biaya perjalanan pengunjung
(transportasi, tiket, parkir, konsumsi, dokumentasi, d11), biaya perjalanan ke
objek
wisata yang lain umur pengunjung, pendidikan, penghasilan per bulan, dan jarak,
sehingga diformulasikan sebagai berikut:
JKwst,
= f (Bpji , BpjW1i , Urni , Pdki ,
Phsi , Jrki )
Keterangan:
JKwst
= Jumlah kunjungan Wisata Alam Rimbo Panti
Bpji = Biaya perjalanan tempat wisata
berupa biaya transportasi, biaya
konsumsi, karcis masuk, biaya parkir dan
biaya lain-lain
BpjWI
=Biaya Perjalanan ke objek wisata lain
Umi
= Umur pengunjung
Pdki
= Pendidikan dari para pengunjung
Phsi =
Penghasilan rata-rata sebulan dari para pengunjung
Jrki = Jarak tempat tinggal pengunjung
dengan Rimbo Panti
Selain
itu variabel waktu luang per minggu, anggaran rekreasi selama sebulan, kelompok
kunjungan, tujuan kunjungan, lama perjalanan, dan lama kunjungan merupakan variabel
yang tidak dimasukkan dalam model.
Tabel
I Definisi dan skala pengukuran variabel
Variabel
|
Definisi
|
Skala Pengukuran
|
Jumlah
Kunjungan
|
Banyaknya kunjungan yang dilakukan
individu selama 12 bulan terakhir ke Wisata Alam Rimbo Panti
|
Dalam Frekuensi Kekerapan
|
Travel Cost
(biaya Perjalanan)
|
Biaya yang dikeluarkan pengunjung
selama di Rimbo Panti (biaya Transportasi, tiket, parkir, konsumsi,
dokumentasi, dB)
|
Variabel ini diukur dengan skala
kontiniu (Dalam Satuan Rupiah)
|
Biaya Objek
Wisata Lain
|
Biaya yang dikeluarkan pengunjung
untuk mengunjungi objek wisata lain yang telah ditentukan
|
Variabel ini diukur denga
skala kontinyu (dalam
satuan rupiah)
|
Umur
|
Umur pengunjung
|
Variabel ini diukur denga
skala kontinyu (dalam
satuan tahun)
|
Pendidikan
|
Jenjang pendidikan yang
ditamatkanoleh pengunjung
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam satuan tahun)
|
Penghasilan
per bulan
|
Pengahasilan atau uang saku rata-rata
perbulan yang diperoleh pengunjung
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam
satuan rupiah)
|
Jarak
|
Jarak Rumah Pengunjung dengan Wisata
Alam Rimbo Panti
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam
satuan kilometer)
|
Waktu Luang
per minggu
|
Waktu libur dalam seminggu
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam
satuan hari)
|
Anggaran
Rekreasi
|
Anggaran yang dialokasikan untuk
keperluan rekreasi dalam sebulan
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam
satuan Rupiah)
|
Kelompok
Kunjungan
|
Kunjungan pengunjung secant individu.
keluarga, rombongan atau bersama
teman
|
Variabel ini diukur dengan
skala dummy (1=dgn
keluarga, 2=dgn teman da
rombongan, 0=sendiri)
|
Tujuan
Kunjungan
|
Tujuan berkunjung ke Wisata Alam
Rimbo Panti, untuk rekreasi, olahraga,
dan lain-lain
|
Variabel ini diukur dengan
skala dummy (1=rekreasi dan olahraga,
0=lainnya)
|
Lama Perjalanan
|
Total waktu yang dibutuhkan
pengunjung
menuju dan meninggalkan Wisata
Alam Rimbo Panti
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam
satuan menit)
|
Lama Kunjungan
|
Waktu yang dihabiskan pengunjung di
Wisata Alam Rimbo Panti
|
Variabel ini diukur dengan
skala kontinyu (dalam
satuan menit)
|
IV.
KESIMPULAN
Kesimpulan
dari tulisan ini adalah
1.
Rimbo
panti merupakan salah satu wisata alam yang ada di Sumatera Barat
2. Tujuan
dari penelitian ini adalah mengukur nilai ekonomi yang diperoleh pengunjung
Taman Wisata Alam Rimbo Panti, Kab.Pasaman Timur Sumatera Barat dengan
menggunakan metode biaya perjalanan individu (Individual Travel Cost Method).
Wisata Taman Wisata Alam Rimbo Panti dipilih karena potensi wisata yang
dimilikinya tergolong tinggi dan sangat.
3.
Metode yang
digunakan untuk valuasi ekonomi wisata alam Rimbo panti ini adalah pendekatan
perjalanan (travel cost method).
V.
DAFTAR PUSTAKA
Afia Salma, Irma dan
Indah Susilowati, 2004. Analisis
Permintaan Objek Wisata Alam Curug Sewu, Kabupaten Kendal Dengan Pendekatan
Travel Cost. Kedal.
Affandi, Oding dan Pindi
Patana.2004. Perhitungan Nilai Ekonomi
Pemanfaatannya Hasil Hutan Non – Marketable Oleh Masyarakat Desa Sekitar Hutan.
Digitized by USU digital library. Sumatera Utara.
Effendi, Rachman dan
Sylviani, 2005. Kajian Nilai Ekonomi
Manfaat Lokal Hutan Lindung Di Jawa Barat (Landasan Teori). Badan
Penelitian Dan Pengembangan Kehutanan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Dan
Kebijakan Kehutanan. Bogor
Raharjo, Achmad. 2002.
Menaksir Nilai Ekonomi Taman Hutan Wisata
Tawangmangu Aplikasi Individual Travel Cost Method, Jurnal Manusia dan
Lingkungan Vol IX No 2, Juli 2002 Halaman
79-88. PSLH Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Suparmoko, DRs.M. 2006. Panduan
& Analisis Valuasi Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan (Konsep Metode Penghitungan &
Aplikasi). BPFE, Yogyakarta.
Yusuf, Razali,
Purwanengsih dan Gusman. 2005. Komposisi
dan Struktur Vegetasi Hutan Alam Rimbo Panti, Sumatera Barat. Biodiversitas
Volume 6, Nomor 4 Halaman: 266-271, FMIPA Universitas Andalas Padang.