Kamis, 23 Juni 2011

dampak pemakaian Pestisida terhadap DAS (daerah Aliran Sungai

BAB I

Pendahuluan

1.1. Latar Belakang

Pada akhir-akhir ini, penggunaan pestisida dalam usaha tanaman hortikultura dan persawahan di beberapa sentra produksi di Indonesia cenderung berlebihan (Anonimous, 1985). Disamping penggunaannya, petani mempunyai kebiasaan mencuci alat semprot dan membuang kaleng bekas kemasan pestisida di lahan pertanian dan sungai (Proyek Kali Konto, 1989).

Pestisida golongan organofosfat bersifat tidak persisten dan mudah larut dalam air, dan sedikit residu dalam tanaman dan tanah yang disemprot. Pestisida golongan ini tidak diikat koloid tanah sehingga dengan mudah bergerak bersama air limpasan permukaan dan perkolasi mengalir ke sungai dan waduk (Shaw, 1990). Keadaan tersebut, secara potensial akan dapat mencemari sungai. Pestisida ini menghasilkan Konsentrasi Atrazin dan Metribuzin minimum yang aman bagi kesehatan adalah 3 mg /liter (United State Environmental Protection Agency USEPA, 1989).

Air hujan yang jatuh di lahan pertanian segera memasuki profil tanah me-lalui proses infiltrasi, kemudian mengalir di dalam tanah sebagai air perkolasi dan sebagian dari air hujan mengalir di per-mukaan tanah sebagai air limpasan permukaan (Shaw, 1990). Air perkolasi bersama bahan padatan terlarut, tersuspensi dari partikel tanah dan residu pestisida organofosfat mengalir menuju “ground water”, atau sumur. Air limpasan permukaan dapat mengikis lapisan tanah bagian permukaan dan mengangkut partikel tanah bersama residu pestisida mengalir menuju ke sungai (Morgan, 1982; Schnoor, 1992; Morrison, et al. 1996; Spalding, 1997).

Informasi gangguan kesehatan yang terkait dengan keracunan pestisida kronik pada penduduk yang menggunakan sumber air yang diduga tercemar pestisida organofosfat di wilayah tersebut belum banyak diteliti. Paparan residu pestisida pada tubuh manusia dapat melalui kulit, makanan dan air minum (Frank, 1995). Kadar residu pestisida organofosfat relatif rendah dalam air sungai, apabila pa-parannya terus menerus dalam waktu lama melalui kegiatan mandi, mencuci, air minum diduga dapat menimbulkan gang-guan kesehatan secara kronis.

Perilaku penduduk dalam menggunakan air sungai untuk keperluan sehari-hari sangat penting dalam hubungannya dengan keracunan kronis. Perilaku sehat penduduk sangat dipengaruhi oleh ke-biasaan, pengetahuan dan tingkat pendidikan (Sarwono, 1993; Muzaham, 1995). Salah satu kemungkinan gangguan kesehatan berupa keracunan yang terkait dengan pestisida organofosfat adalah hambatan aktivitas enzim asetil-kolinesterase (WHO, 1990; Lotti, 1995). Hambatan aktivitas enzim ini, menyebabkan proses hidrolisis asetilkolin terhambat. Asetilkolin yang terakumulasi dalam celah sinap saraf, dapat menimbulkan kejang-kejang, kelumpuhan serta kematian (Casarett dan Doull's, 1993).

Air bersih hingga saat ini masih menjadi kebutuhan utama bagi masyarakat perkotaan dan perdesaan di Indonesia (Roedjito, 1995). Di wilayah perkotaan, air sungai menjadi air baku dalam industri air minum. Air bersih yang layak bagi kesehatan dapat diproses

melalui sistem pengelolaan yang baik oleh perusahaan air minum. Masyarakat perdesaan di daerah aliran sungai (DAS) sebagian besar masih memanfaatkan air sumber, sumur, dan sungai untuk keperluan hidup sehari-hari. Kelompok penduduk yang memanfaatkan air sungai untuk keperluan mandi, mencuci, memasak, dan air minum secara terus menerus diduga dapat terganggu kesehatannya

1.2. Tujuan Pembuatan paper ini adalah

1. Untuk mengetahui dan mempelajari apa itu pestisida dan daerah aliran sungai (DAS).

2. Untuk melihat dan mengetahui dampak pemakaian pestisida di areal persawahan dan perkebunan terhadap daerah aliran sungai (DAS).

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Pestisida

Pestisida berasal dari kata pest, yang berarti hama dan cida, yang berarti pembunuh, jadi pestisida adalah substansi kimia digunakan untuk membunuh atau mengendalikan berbagai hama.Pestisida mempunyai arti yang sangat luas, yang mencakup sejumlah istilah lain yang lebih tepat, karena pestisida lebih banyak berkenaan dengan hama yang digolongkan kedalam senyawa racun yang mempunyai nilai ekonomis dan diidentifikasikan sebagai senyawa kimia yang dapat digunakan untuk mengendalikan, mencegah, menangkis, mengurangi jasad renik

pengganggu.

a. Pengertian pestisida

Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Yang dimaksud hama di sini adalah sangat luas, yaitu serangga, tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, kemudian nematoda (bentuknya seperti cacing dengan ukuran mikroskopis), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.

Pestisida juga diartikan sebagai substansi kimia dan bahan lain yang mengatur dan atau menstimulir pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian tanaman. Sesuai konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT), penggunaan pestisida ditujukan bukan untuk memberantas atau membunuh hama, namun lebih dititiberatkan untuk mengendalikan hama sedemikian rupa hingga berada dibawah batas ambang ekonomi atau ambang kendali.

Pestisida secara umum diartikan sebagai bahan kimia beracun yang digunakan untuk mengendalikan jasad penganggu yang merugikan kepentingan manusia. Dalam sejarah peradaban manusia, pestisida telah cukup lama digunakan terutama dalam bidang kesehatan dan bidang pertanian seperti persawahan dan perkebunan. Di bidang pertanian, penggunaan pestisida juga telah dirasakan manfaatnya untuk meningkatkan produksi. Dewasa ini pestisida merupakan sarana yang sangat diperlukan. Terutama digunakan untuk melindungi tanaman dan hasil tanaman, ternak maupun ikan dari kerugian yang ditimbulkan oleh berbagai jasad pengganggu. Bahkan oleh sebahagian besar petani, beranggapan bahwa pestisida adalah sebagai “dewa penyelamat” yang sangat vital. Sebab dengan bantuan pestisida, petani meyakini dapat terhindar dari kerugian akibat serangan jasad pengganggu tanaman yang terdiri dari kelompok hama, penyakit maupun gulma. Keyakinan tersebut, cenderung memicu pengunaan pestisida dari waktu ke waktu meningkat dengan pesat.

b. Pengertian hama

Hama tanaman ialah semua binatang (termasuk serangga, tungau, babi, tikus, kalong ketam, siput, burung) yang dalam aktivitas hidupnya selalu merusak tanaman atau merusak hasil dan menurunkan kuantitas maupun kualitasnya, sehingga menimbulkan kerugian ekonomi bagi manusia. Yang dimaksud hama adalah sangat luas, yaitu tungau, tumbuhan pengganggu, penyakit tanaman yang disebabkan oleh fungi (jamur), bakteria dan virus, termasuk nematoda/(cacing yang merusak akar), siput, tikus, burung dan hewan lain yang dianggap merugikan.

c. Pestisida berdasarkan pengaruh fisiologis

1. Senyawa Organoklorin

Secara kimia tergolong insektisida yang toksisitas relatif rendah akan tetapi mampu bertahan lama dalam lingkungan. Racun ini bersifat mengganggu susunan syaraf dan larut dalam lemak. Contoh insektisida ini pada tahun 1874 ditemukan DDT (Dikloro Difenil Tri Kloroetana) oleh Zeidler seorang sarjana kimia dari Jerman. berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan. Pada tahun 1973 diketahui bahwa DDT ini ternyata sangat membahayakan bagi kehidupan maupun lingkungan, karena meninggalkan residu yang terlalu lama dan dapat terakumulasi dalam jaringan melalui rantai makanan. DDT sangat

stabil baik di air, di tanah, dalam jaringan tanaman dan hewan.Tanda-tanda keracunan organoklorin: keracunan pada dosis rendah, si penderita merasa pusing-pusing, mual, sakit kepala, tidak dapat berkonsentrasi secara sempurna. Pada keracunan dosis yang tinggi dapat kejang-kejang, muntah dan dapat terjadi hambatan pernafasan.

2. Senyawa organofosfat

Insektisida organofosfat adalah ester asam fosfat atau asam tiofosfat yang sifatnya menghambat asetilkolinesterase (AChE) sehingga terjadi akumulasi acetilkolin (Ach) yang berkorelasi dengan tingkat penghambat cholinesterase dalam darah.

Organofosfat masuk kedalam tubuh melalui kulit, mulut dan saluran pernafasan. Organofosfat terikat dengan enzim dalam darah yang berfungsi mengatur kerja syaraf, yaitu cholinesterase. Apabila cholinesterase terikat, maka enzim ini tidak dapat melaksanakan tugasnya dalam tubuh terutama meneruskan pengiriman perintah kepada otot-otot tertentu sehingga senantiasa otot-otot bergerak tanpa dapat dikendalikan. Gejala ini muncul dengan cepat yakni dalam waktu beberapa menit sampai beberapa jam. Golongan ini sangat toksik untuk hewan bertulang belakang.

Gejala-gejala yang timbul antara lain: mula-mula sakit kepala, gangguan penglihatan, muntah-muntah dan merasa lemah, segera diikuti sesak nafas, banyak kelenjar cairan hidung, banyak keringat dan air mata, lemah dan akhirnya kelumpuhan otot-otot rangka, bingung, sukar bicara, kejang-kejang dan koma. Kematian disebabkan kelumpuhan otot-otot pernafasan. Kematian dapat terjadi dalam waktu lima menit sampai beberapa hari karena itu pengobatan harus secepat mungkin dilakukan. Perawatannya adalah diberikan antrophine sulfat intravena sebagai antidote dan pralidoxim.

2.2. Daerah aliran Sungai (DAS)

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau. Linsley (1980) menyebut DAS sebagai “A river of drainage basin in the entire area drained by a stream or system of connecting streams such that all stream flow originating in the area discharged through a single outlet”. Sementara itu IFPRI (2002) menyebutkan bahwa “ A watershed is a geographic area that drains to a common point, which makes it an attractive unit for technical efforts to conserve soil and maximize the utilization of surface and subsurface water for crop production, and a watershed is also an area with administrative and property regimes, and farmers whose actions may affect each other’s interests”.

Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan energi. Selain itu pengelolaan DAS dapat disebutkan merupakan suatu bentuk pengembangan wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang secara umum untuk mencapai tujuan peningkatan produksi pertanian dan kehutanan yang optimum dan berkelanjutan (lestari) dengan upaya menekan kerusakan seminimum mungkin agar distribusi aliran air sungai yang berasal dari DAS dapat merata sepanjang tahun.

Dalam pendefinisian DAS pemahaman akan konsep daur hidrologi sangat diperlukan terutama untuk melihat masukan berupa curah hujan yang selanjutnya didistribusikan melalui beberapa cara seperti diperlihatkan pada Gambar 1. Konsep daur hidrologi DAS menjelaskan bahwa air hujan langsung sampai ke permukaan tanah untuk kemudian terbagi menjadi air larian, evaporasi dan air infiltrasi, yang kemudian akan mengalir ke sungai sebagai debit aliran.

Gambar 2.1. Daur Hidrologi DAS

Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi.

2.3. Peranan Pestisida Dalam Persawahan dan Perkebunan

Pestisida tidak hanya berperan dalam mengendalikan jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian saja, namun juga diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya, dalam bidang kesehatan dan rumah tangga untuk mengendalikan vektor (penular) penyakit manusia dan binatang pengganggu kenyamanan lingkungan, dalam bidang perumahan terutama untuk pengendalian rayap atau gangguan serangga yang lain.

Pada umumnya pestisida yang digunakan untuk pengendalian jasad pengganggu tersebut adalah racun yang berbahaya, tentu saja dapat mengancam kesehatan manusia. Untuk itu penggunaan pestisida yang tidak bijaksana jelas akan menimbulkan efek samping bagi kesehatan manusia, sumber daya hayati dan lingkungan pada umumnya.
Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh hama-hama tanaman. Dalam konsep Pengendalian Terpadu Hama, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian.

Prinsip penggunaannya adalah:

ü Harus kompatibel dengan komponen pengendalian lain, seperti komponen hayati

ü Fisien untuk mengendalikan hama tertentu

ü Meninggalkan residu dalam waktu yang tidak diperlukan

ü Idak boleh persistent, jadi harus mudah terurai

ü Dalam perdagangan (transport, penyimpanan, pengepakan, labeling) harus memenuhi persyaratan keamanan yang maksimum

ü Harus tersedia antidote untuk pestisida tersebut

ü Sejauh mungkin harus aman bagi lingkungan fisik dan biota

ü Relatif aman bagi pemakai (LD50 dermal dan oral relatif tinggi)

ü Harga terjangkau bagi petani.

Idealnya teknologi pertanian maju tidak memakai pestisida. Tetapi sampai saat ini belum ada teknologi yang demikian. Pestisida masih diperlukan, bahkan penggunaannya semakin meningkat. Pengalaman di Indonesia dalam menggunakan pestisida untuk program intensifikasi, ternyata pestisida dapat membantu mengatasi masalah hama padi. Pestisida dengan cepat menurunkan populasi hama, hingga meluasnya serangan dapat dicegah, dan kehilangan hasil karena hama dapat ditekan.

Dengan melihat besarnya kehilangan hasil yang dapat diselamatkan berkat penggunaan pestisida, maka dapat dikatakan bahwa peranan pestisida sangat besar dan merupakan sarana penting yang sangat diperlukan dalam bidang pertanian. Usaha intensifikasi pertanian yang dilakukan dengan menerapkan berbagai teknologi maju seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan dan pola tanam akan menyebabkan perubahan ekosistem yang sering diikuti oleh meningkatnya problema serangan jasad pengganggu. Demikian pula usaha ekstensifikasi pertanian dengan membuka lahan pertanian baru, yang berarti melakukan perombakan ekosistem, sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad pengganggu. Dan tampaknya saat ini yang dapat diandalkan untuk melawan jasad pengganggu tersebut yang paling manjur hanya pestisida. Memang tersedia cara lainnya, namun tidak mudah untuk dilakukan, kadang-kadang memerlukan tenaga yang banyak, waktu dan biaya yang besar, hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu yang tidak dapat diharapkan efektifitasnya. Pestisida saat ini masih berperan besar dalam menyelamatkan kehilangan hasil yang disebabkan oleh jasad pengganggu.

Pestisida yang paling banyak menyebabkan kerusakan lingkungan dan mengancam kesehatan manusia adalah pestisida sintetik, yaitu golongan organoklorin. Tingkat kerusakan yang disebabkan oleh senyawa organoklorin lebih tinggi dibandingkan senyawa lain, karena senyawa ini peka terhadap sinar matahari dan tidak mudah terurai (Sa’id, 1994). Penyemprotan dan pengaplikasian dari bahan-bahan kimia pertanian selalu berdampingan dengan masalah pencemaran lingkungan sejak bahanbahan kimia tersebut dipergunakan di lingkungan. Sebagian besar bahanbahankimia pertanian yang disemprotkan jatuh ke tanah dan didekomposisi oleh mikroorganisme. Sebagian menguap dan menyebar di atmosfer dimana akan diuraikan oleh sinar ultraviolet atau diserap hujan dan jatuh ke tanah (Uehara, 1993).

Pestisida bergerak dari lahan pertnaian menuju aliran sungai dan danau yang dibawa oleh hujan atau penguapan, tertinggal atau larut pada aliran permukaan, terdapat pada lapisan tanah dan larut bersama dengan aliran air tanah. Penumpahan yang tidak disengaja atau membuang bahanbahan kimia yang berlebihan pada permukaan air akan meningkatkan konsentrasi pestisida di air. Kualitas air dipengaruhi oleh pestisida berhubungan dengan keberadaan dan tingkat keracunannya, dimana kemampuannya untuk diangkut adalah fungsi dari kelarutannya dan kemampuan diserap oleh partikel-partikel tanah. Berdasarkan data yang diperoleh Theresia (1993) dalam Sa’id (1994), di Indonesia kasus pencemaran oleh pestisida menimbulkan berbagai kerugian. Di Lembang dan Pengalengan tanah disekitar kebun wortel, tomat, kubis dan buncis telah tercemar oleh residu organoklorin yang cukup tinggi. Juga telah tercemar beberapa sungai di Indonesia.

2.4. Dampak pemakaian pestisida secara umum

Pestisida merupakan bahan kimia, campuran bahan kimia atau bahan-bahan lain yang bersifat bioaktif. Pada dasarnya, pestisida bersifat racun. Oleh sebab sifatnya sebagai racun itulah pestisida dibuat, dijual dan digunakan untuk meracuni OPT (Organisme Pengganggu Tanaman). Setiap racun berpotensi mengandung bahaya. Oleh karena itu, ketidakbijaksanaan dalam penggunaan pestisida pertanian bisa menimbulkan dampak negatif. Beberapa dampak negatif dari penggunaan pestisida antara lain sebagai berikut:

a. Dampak Bagi Kesehatan Petani

Penggunaan pestisida bisa mengontaminasi pengguna secara langsung sehingga mengakibatkan keracunan. Dalam hal ini, keracunan bisa dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu keracunan akut ringan, keracunan akut berat dan kronis. Keracunan akut ringan menimbulkan pusing, sakit kepala, iritasi kulit ringan, badan terasa sakit dan diare. Keracunan akut berat menimbulkan gejala mual, menggigil, kejang perut, sulit bernapas keluar air liur, pupil mata mengecil dan denyut nadi meningkat. Selanjutnya, keracunan yang sangat berat dapat mengakibatkan pingsan, kejang-kejang, bahkan bisa

mengakibatkan kematian. Keracunan kronis lebih sulit dideteksi karena tidak segera terasa dan tidak menimbulkan gejala serta tanda yang spesifik.

Namun, Keracunan kronis dalam jangka waktu yang lama bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Beberapa gangguan kesehatan yang sering dihubungkan dengan penggunaan pestisida diantaranya iritasi mata dan kulit, kanker, keguguran, cacat pada bayi, serta gangguan saraf, hati, ginjal dan pernapasan.

b. Dampak bagi konsumen

Dampak pestisida bagi konsumen umumnya berbentuk keracunan kronis yang tidak segera terasa. Namun, dalam jangka waktu lama mungkin bisa menimbulkan gangguan kesehatan. Meskipun sangat jarang, pestisida dapat pula menyebabkan keracunan akut, misalnya dalam hal konsumen mengkonsumsi produk pertanian yang mengandung residu dalam jumlah besar.

c. Dampak bagi kelestarian lingkungan

Dampak penggunaan pestisida bagi lingkungan bisa dikelompokkan menjadi dua kategori.

a) Bagi lingkungan umum

· Pencemaran lingkungan (air, tanah dan udara).

· Terbunuhnya organisme non target karena terpapar secara langsung.

· Terbunuhnya organisme non target karena pestisida memasuki rantai

makanan.

· Menumpuknya pestisida dalam jaringan tubuh organisme melalui

rantai makanan (bioakumulasi)

· Pada kasus pestisida yang persisten (bertahan lama), konsentrasi

pestisida dalam tingkat trofik rantai makanan semakin keatas akan semakin tinggi (bioakumulasi).

· Penyederhanaan rantai makanan alami.

· Penyederhanaan keragaman hayati.

b) Bagi lingkungan pertanian

· OPT menjadi kebal terhadap suatu pestisida (timbul resistensi OPT terhadap pestisida)

· Meningkatnya populasi hama setelah penggunaan pestisida

· Timbulnya hama baru, bisa hama yang selama ini dianggap tidak penting maupun hama yang sama sekali baru.

· Terbunuhnya musuh alami hama.

· Perubahan flora, khusus pada penggunaan herbisida.

· Fitotoksik (meracuni tanaman)

2.5. Dampak Negatif Pestisida Persawahan dan perkebunan

Memang kita akui, pestisida banyak memberi manfaat dan keuntungan. Diantaranya, cepat menurunkan populasi jasad penganggu tanaman dengan periode pengendalian yang lebih panjang, mudah dan praktis cara penggunaannya, mudah diproduksi secara besar-besaran serta mudah diangkut dan disimpan. Manfaat yang lain, secara ekonomi penggunaan pestisida relatif menguntungkan. Namun, bukan berarti penggunaan pestisida tidak menimbulkan dampak buruk.

Akhir-akhir ini disadari bahwa pemakaian pestisida, khususnya pestisida sintetis ibarat pisau bermata dua. Dibalik manfaatnya yang besar bagi peningkatan produksi pertanian, terselubung bahaya yang mengerikan. Tak bisa dipungkiri, bahaya pestisida semakin nyata dirasakan masyarakat, terlebih akibat penggunaan pestisida yang tidak bijaksana.

Pestisida secara harfiah berarti pembunuh hama, berasal dari kata pest dan sida. Pest meliputi hama penyakit secara luas, sedangkan sida berasal dari kata “caedo” yang berarti membunuh. Pada umumnya pestisida, terutama pestisida sintesis adalah biosida yang tidak saja bersifat racun terhadap jasad pengganggu sasaran. Tetapi juga dapat bersifat racun terhadap manusia dan jasad bukan target termasuk tanaman, ternak dan organisma berguna lainnya.

Apabila penggunaan pestisida tanpa diimbangi dengan perlindungan dan perawatan kesehatan, orang yang sering berhubungan dengan pestisida, secara lambat laun akan mempengaruhi kesehatannya. Pestisida meracuni manusia tidak hanya pada saat pestisida itu digunakan, tetapi juga saat mempersiapkan, atau sesudah melakukan penyemprotan.

Kecelakaan akibat pestisida pada manusia sering terjadi, terutama dialami oleh orang yang langsung melaksanakan penyemprotan. Mereka dapat mengalami pusing-pusing ketika sedang menyemprot maupun sesudahnya, atau muntah-muntah, mulas, mata berair, kulit terasa gatal-gatal dan menjadi luka, kejang-kejang, pingsan, dan tidak sedikit kasus berakhir dengan kematian. Kejadian tersebut umumnya disebabkan kurangnya perhatian atas keselamatan kerja dan kurangnya kesadaran bahwa pestisida adalah racun.

Kadang-kadang para petani atau pekerja perkebunan, kurang menyadari daya racun pestisida, sehingga dalam melakukan penyimpanan dan penggunaannya tidak memperhatikan segi-segi keselamatan. Pestisida sering ditempatkan sembarangan, dan saat menyemprot sering tidak menggunakan pelindung, misalnya tanpa kaos tangan dari plastik, tanpa baju lengan panjang, dan tidak mengenakan masker penutup mulut dan hidung. Juga cara penyemprotannya sering tidak memperhatikan arah angin, sehingga cairan semprot mengenai tubuhnya. Bahkan kadang-kadang wadah tempat pestisida digunakan sebagai tempat minum, atau dibuang di sembarang tempat. Kecerobohan yang lain, penggunaan dosis aplikasi sering tidak sesuai anjuran. Dosis dan konsentrasi yang dipakai kadang-kadang ditingkatkan hingga melampaui batas yang disarankan, dengan alasan dosis yang rendah tidak mampu lagi mengendalikan hama dan penyakit tanaman.

Secara tidak sengaja, pestisida dapat meracuni manusia atau hewan ternak melalui mulut, kulit, dan pernafasan. Sering tanpa disadari bahan kimia beracun tersebut masuk ke dalam tubuh seseorang tanpa menimbulkan rasa sakit yang mendadak dan mengakibatkan keracunan kronis. Seseorang yang menderita keracunan kronis, ketahuan setelah selang waktu yang lama, setelah berbulan atau bertahun. Keracunan kronis akibat pestisida saat ini paling ditakuti, karena efek racun dapat bersifat karsiogenic (pembentukan jaringan kanker pada tubuh), mutagenic (kerusakan genetik untuk generasi yang akan datang), dan teratogenic (kelahiran anak cacad dari ibu yang keracunan).

Pestisida dalam bentuk gas merupakan pestisida yang paling berbahaya bagi pernafasan, sedangkan yang berbentuk cairan sangat berbahaya bagi kulit, karena dapat masuk ke dalam jaringan tubuh melalui ruang pori kulit. Menurut World Health Organization (WHO), paling tidak 20.000 orang per tahun, mati akibat keracunan pestisida. Diperkirakan 5.000 – 10.000 orang per tahun mengalami dampak yang sangat fatal, seperti mengalami penyakit kanker, cacat tubuh, kemandulan dan penyakit liver. Tragedi Bhopal di India pada bulan Desember 1984 merupakan peringatan keras untuk produksi pestisida sintesis. Saat itu, bahan kimia metil isosianat telah bocor dari pabrik Union Carbide yang memproduksi pestisida sintesis (Sevin). Tragedi itu menewaskan lebih dari 2.000 orang dan mengakibatkan lebih dari 50.000 orang dirawat akibat keracunan. Kejadian ini merupakan musibah terburuk dalam sejarah produksi pestisida sintesis.

Selain keracunan langsung, dampak negatif pestisida bisa mempengaruhi kesehatan orang awam yang bukan petani, atau orang yang sama sekali tidak berhubungan dengan pestisida. Kemungkinan ini bisa terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida yang ada didalam tanaman atau bagian tanaman yang dikonsumsi manusia sebagai bahan makanan. Konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut, tanpa sadar telah kemasukan racun pestisida melalui hidangan makanan yang dikonsumsi setiap hari. Apabila jenis pestisida mempunyai residu terlalu tinggi pada tanaman, maka akan membahayakan manusia atau ternak yang mengkonsumsi tanaman tersebut. Makin tinggi residu, makin berbahaya bagi konsumen.

Dewasa ini, residu pestisida di dalam makanan dan lingkungan semakin menakutkan manusia. Masalah residu ini, terutama terdapat pada tanaman sayur-sayuran seperti kubis, tomat, petsai, bawang, cabai, anggur dan lain-lainnya. Sebab jenis-jenis tersebut umumnya disemprot secara rutin dengan frekuensi penyemprotan yang tinggi, bisa sepuluh sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih dilakukan aplikasi pestisida. Publikasi ilmiah pernah melaporkan dalam jaringan tubuh bayi yang dilahirkan seorang Ibu yang secara rutin mengkonsumsi sayuran yang disemprot pestisida, terdapat kelainan genetik yang berpotensi menyebabkan bayi tersebut cacat tubuh sekaligus cacat mental.

Belakangan ini, masalah residu pestisida pada produk pertanian dijadikan pertimbangan untuk diterima atau ditolak negara importir. Negara maju umumnya tidak mentolerir adanya residu pestisida pada bahan makanan yang masuk ke negaranya. Belakangan ini produk pertanian Indonesia sering ditolak di luar negeri karena residu pestisida yang berlebihan. Media massa pernah memberitakan, ekspor cabai Indonesia ke Singapura tidak dapat diterima dan akhirnya dimusnahkan karena residu pestisida yang melebihi ambang batas. Demikian juga pruduksi sayur mayur dari Sumatera Utara, pada tahun 80-an masih diterima pasar luar negeri. Tetapi kurun waktu belakangan ini, seiring dengan perkembangan kesadaran peningkatan kesehatan, sayur mayur dari Sumatera Utara ditolak konsumen luar negeri, dengan alasan kandungan residu pestisida yang tidak dapat ditoleransi karena melampaui ambang batas..

Pada tahun 1996, pemerintah Indonesia melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Pertanian sebenarnya telah membuat keputusan tentang penetapan ambang batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian. Namun pada kenyatannya, belum banyak pengusaha pertanian atau petani yang perduli. Dan baru menyadari setelah ekspor produk pertanian kita ditolak oleh negara importir, akibat residu pestisida yang tinggi. Diramalkan, jika masih mengandalkan pestisida sintesis sebagai alat pengendali hama, pemberlakuan ekolabelling dan ISO 14000 dalam era perdagangan bebas, membuat produk pertanian Indonesia tidak mampu bersaing dan tersisih serta terpuruk di pasar global.

2.6. Pestisida Dari Sawah Berpengaruh Buruk Terhadap Kualitas Lingkungan Seperti DAS

Di Amerika Serikat , pestisida ditemukan mencemari sungai setiap dan lebih dari 90% dari sumur sampel dalam penelitian oleh US Geological Survey. Residu pestisida juga telah temukan dalam hujan dan air tanah.Studi yang dilakukan oleh pemerintah Inggris menunjukkan bahwa konsentrasi pestisida melebihi yang diijinkan untuk minum air di beberapa sampel air sungai dan air tanah.

Ada empat rute utama di mana pestisida mencapai air: mungkin drift luar daerah dimaksud ketika disemprotkan, mungkin meresap, atau pencucian, melalui tanah, mungkin akan dibawa ke air sebagai aliran, atau mungkin tumpah, misalnya sengaja atau melalui kelalaian. Mereka juga dapat dilakukan untuk air dengan tanah mengikis . Faktor-faktor yang mempengaruhi pestisida kemampuan untuk mencemari air termasuk air yang larut , jarak dari sebuah situs aplikasi ke tubuh air, cuaca, jenis tanah, kehadiran tanaman tumbuh, dan metode yang digunakan untuk menerapkan kimia

Batas maksimum konsentrasi diijinkan untuk pestisida individu dalam badan publik air ditetapkan oleh Badan Perlindungan Lingkungan di Amerika Serikat. Demikian pula, pemerintah Inggris menetapkan Standar Kualitas Lingkungan (Persamaan), atau konsentrasi maksimum yang diperbolehkan beberapa pestisida dalam tubuh air di atas yang keracunan mungkin terjadi. Uni Eropa juga mengatur konsentrasi maksimum pestisida dalam air.

Begitu juga d Indonesia masalah yang banyak diprihatinkan dalam pelaksanaan program pembangunan yang berwawasan lingkungan adalah masalah pencemaran yang diakibatkan penggunaan pestisida di bidang pertanian, kehutanan, pemukiman, maupun di sektor kesehatan. Pencemaran pestisida terjadi karena adanya residu yang tertinggal di lingkungan fisik dan biotis disekitar kita. Sehingga akan menyebabkan kualitas lingkungan hidup manusia semakin menurun.

Pestisida sebagai bahan beracun, termasuk bahan pencemar yang berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan manusia. Pencemaran dapat terjadi karena pestisida menyebar melalui angin, melalui aliran air dan terbawa melalui tubuh organisme yang dikenainya. Residu pestisida sintesis sangat sulit terurai secara alami. Bahkan untuk beberapa jenis pestisida, residunya dapat bertahan hingga puluhan tahun. Dari beberapa hasil monitoring residu yang dilaksanakan, diketahui bahwa saat ini residu pestisida hampir ditemukan di setiap tempat lingkungan sekitar kita. Kondisi ini secara tidak langsung dapat menyebabkan pengaruh negatif terhadap organisma bukan sasaran. Oleh karena sifatnya yang beracun serta relatif persisten di lingkungan, maka residu yang ditinggalkan pada lingkungan menjadi masalah.

Residu pestisida telah diketemukan di dalam tanah, ada di air minum, air sungai, air sumur, maupun di udara.

Pencemaran pestisida yang diaplikasikan di sawah beririgasi sebahagian besar menyebar di dalam air pengairan, dan terus ke sungai dan akhirnya ke laut. Memang di dalam air terjadi pengenceran, sebahagian ada yang terurai dan sebahagian lagi tetap persisten. Meskipun konsentrasi residu mengecil, tetapi masih tetap mengandung resiko mencemarkan lingkungan. Sebagian besar pestisida yang jatuh ke tanah yang dituju akan terbawa oleh aliran air irigasi.

Di dalam air, partikel pestisida tersebut akan diserap oleh mikroplankton-mikroplankton. Oleh karena pestisida itu persisten, maka konsentrasinya di dalam tubuh mikroplankton akan meningkat sampai puluhan kali dibanding dengan pestisida yang mengambang di dalam air. Mikroplankton-mikroplankton tersebut kelak akan dimakan zooplankton. Dengan demikian pestisida tadi ikut termakan. Karena sifat persistensi yang dimiliki pestisida, menyebabkan konsentrasi di dalam tubuh zooplankton meningkat lagi hingga puluhan mungkin ratusan kali dibanding dengan yang ada di dalam air. Bila zooplankton zooplankton tersebut dimakan oleh ikan-ikan kecil, konsentarsi pestisida di dalam tubuh ikan-ikan tersebut lebih meningkat lagi. Demikian pula konsentrasi pestisida di dalam tubuh ikan besar yang memakan ikan kecil tersebut. Rantai konsumen yang terakhir yaitu manusia yang mengkonsumsi ikan besar, akan menerima konsentrasi tertinggi dari pestisida tersebut.

Gambar 2.2 Dampak pemakaian Pestisida di aliran sungai

Model pencemaran seperti yang dikemukakan, terjadi melalaui rantai makanan, yang bergerak dari aras tropi yang terendah menuju aras tropi yang tinggi. Mekanisme seperti yang dikemukakan, diduga terjadi pada kasus pencemaran Teluk Buyat di Sulawesi, yang menghebohkan sejak tahun lalu. Diduga logam-logam berat limbah sebuah industri PMA telah terakumulasi di perairan Teluk Buyat. Sekaligus mempengaruhi secara negatif biota perairan, termasuk ikan-ikan yang dikonsumsi masyarakat setempat.

Kasus pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida dampaknya tidak segera dapat dilihat. Sehingga sering kali diabaikan dan terkadang dianggap sebagai akibat sampingan yang tak dapat dihindari. Akibat pencemaran lingkungan terhadap organisma biosfer, dapat mengakibatkan kematian dan menciptakan hilangnya spesies tertentu yang bukan jasad sasaran. Sedangkan kehilangan satu spesies dari muka bumi dapat menimbulkan akibat negatif jangka panjang yang tidak dapat diperbaharui.

2.7. Proses pestisida dari tanah menuju sungai

Residu pestisida di tanah diikat oleh partikel tanah. Mekanisme pengikatan pestisida oleh partikel tanah menurut Schnoor (1993) terjadi melalui tiga cara :

· Gaya Van der Walls,

· Ikatan hidrogen dan

· Pertukaran ligan (untuk pestisida “non ionic polar” sebagaimana curacron EC 500 atau profenofos.

Pada dasarnya residu pestisida profenofos di wilayah penelitian tidak mudah mudah bergerak bersama air limpasan dan air perkolasi ke sungai, waduk dan sumur. Hal ini karena karakteristik tanah di wilayah bagian hulu waduk mempunyai kandungan bahan organik tinggi untuk mampu mengikat residu pestisida sehingga tidak mudah mengalami pencucian. Kendala utama pada tanah andosol sebagai mana banyak didapatkan di wilayah bagian hulu waduk adalah bahaya erosi dan pencucian residu pestisida.

Proses erosi menyebabkan lapisan tanah bagian atas yang mengandung residu pestisida terkikis air limpasan permukaan kemudian mengalir menuju sungai dan waduk. Proses erosi terjadi di wilayah ini disebabkan karena : tanahnya mempunyai berat volume tanah ringan, tekstur tanahnya lempung berdebu dan berada pada daerah perbukitan dengan intensitas hujan tinggi. Mekanisme terjadinya erosi dapat diuraikan sebagai berikut , air hujan jatuh di permukaan tanah menghancurkan partikel tanah. Pada tanah yang berat volume ringan dengan tekstur lempung berdebu akan mudah mengalami dispersi. Keadaan ini menyebabkan kapasitas infiltrasi maksimum segera tercapai, tanah menjadi jenud dengan air hujan. Apabila hujan terus berlangsung air hujan selanjutnya tidak masuk ke dalam tanah akan tetapi mengalir di permukaan tanah sebagai limpasan permukaan. Air limpasan yang mengalir dipermukaan tanah mempunyai energi untuk mengikis lapisan tanah bagian permukaan, sehingga residu pestisida bersama tanah akan mengalir ke tempat yang lebih rendah dan akhirnya ke sungai. Kecepatan air mengalir di permukaan tanah akan menjadi lebih besar bila kondisi topografi mempunyai kemiringan yang besar (Morgan, 1979). Meskipun tanah andosol mempunyai kemampuan tinggi untuk mengikat residu pestisida, akan tetapi karena tanah andosol ini mudah mengalami erosi maka, residu pestisida akan sampai ke sungai bersama air limpasan permukaan. Residu pestisida yang terakumulasi di tanah terkikis oleh air limpasan permukaan melalui erosi pada saat terjadi hujan (Donigian, 1992; Mass, et.al. 1995). Residu pestisida bersama air limpasan permukaan kemudian mengalir ke sungai.

Pergerakan residu pestisida di tanah sampai ke sungai dan graound water melalui air limpasan permukaan dan perkolasi. Tanah andosol mempunyai sifat yang porous, air hujan mudah masuk ke dalam tanah melalui proses infiltrasi dan kemudian mengalir sebagai air perkolasi. Residu pestisida organofosfat profenofos mudah larut dalam air dan akan mengalir ke lapisan tanah bagian dalam bersama air perkolasi menuju sumur atau ground water” (Shaw, 1990). Keadaan ini mudah terjadi pada tanah andosol yang bersifat porous dan berkembang di daerah dengan curah hujan tinggi. Model semi empiris pergerakan pestisida dari lahan pertanian ke perairan telah dikembangkan Brown dan Halis (1996) pada 3 jenis tanah pada lahan pertanian di Inggris. Terdapat hubungan sangat nyata antara kadar residu pestisida di sungai dengan hujan, tipe tanah, dan jumlah air limpasan permukaan yang mengalir ke sungai. Kadar residu pestisida di sungai lebih besar jika air hujan yang mengalir ke sungai sangat cepat dan segera setelah aplikasi pestisida.

Keberadaan residu pestisida di dalam tanah ditentukan oleh daya afinitas pestisida terhadap tanah, kelarutan dan kecepatan penguapan. Daya afinitas pestisida terhadap tanah dipengaruhi oleh kandungan liat dan bahan organik tanah (Fuhreman dan Lichtenstein, 1992; Ma dan Spalding, 1997). Pada tanah bertekstur pasir, residu pestisida mudah bergerak dan masuk ke dalam tanah dibandingkan dengan tanah bertekstur lempung ( Weed et. al. 1995; Pantone, et.al., 1996). Pada tanah bertekstur pasir pori makro lebih banyak dari pada pori mikro, sehingga bahan tersuspensi dan terlarut mudah bergerak keluar dari daerah perakaran. Pada tanah lempung berdebu pori mikro lebih banyak dari pori makro, pada tanah ini stabilitas ruang pori mudah berubah, kapasitas infiltrasi menjadi rendah dan aliran permukaan meningkat sehingga terjadi erosi. Hasil penelitian Arienzo, (1994) menyimpulkan bahwa kehilangan profenofos dan diazinon akibat erosi dalam tanah menurun dengan peningkatan kandungan bahan organik tanah. Keadaan ini karena kemampuan tanah mengikat residu pestisida makin besar, kapasitas infiltrasi meningkat dan air limpasan permukaan menurun sehingga erosi menurun.

Mekanisme proses pengikatan pesti-sida oleh bahan organik dan liat melalui tiga cara yaitu : (I) gaya Van der Walls, (ii) ikatan hidrogen dan (iii) pertukaran ligan (untuk pestisida “non ionic polar” sebagaimana profenofos atau curacron 500 EC. Pestisida yang diikat oleh bahan organik dan tanah liat akan mengalami proses degradasi sehingga kadarnya berubah. Seyfried (1994) meneliti proses degradasi pestisida profenofos dan diazinon pada tanah liat. Pestisida profenofos dan diazinon mengalami degradasi pada temperatur 20 o C, kadar air 60 % kapasitas lapang, 20 hari hingga 120 hari setelah disemprotkan pada tanaman. Residu pestisida larut dalam air dan yang tidak diikat oleh permukaan partikel tanah akan segera bergerak bersama air limpasan permukaan, perkolasi menuju ke sungai dan mata air.

2.8. UPAYA PENANGGULANGAN PENCEMARAN PESTISIDA

Pencemaran dari residu pestisida sangat membahayakan bagi lingkungan dan kesehatan, sehingga pelu adanya pengendalian dan pembatasan dari penggunaan pestisida tersebut serta mengurangi pencemaran yang diakibatkan oleh residu pestisida.

Kebijakan global pembatasan penggunaan pestisida sintetik yang mengarah pada emasyarakatan teknologi bersih (clean technology) yaitu pembatasan penggunaan pestisida sintetik untuk penanganan produk-produk pertanian terutama komoditi andalan untuk eksport (Suwahyono, 1996). Dalam hal ini berbagai upaya dilakukan untuk mengatasi dampak negatif pestissida dan mencegah pencemaran lebih berlanjut lagi.

a. Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna

Peraturan dan cara-cara penggunaan pestisida dan pengarahan kepada para pengguna perlu dilakukan, karena banyak dari pada penggunayang tidak mengetahui bahaya dan dampak negatif pestisida terutama bila digunakan pada konsentrasi yang tinggi, waktu penggunaan dan jenis pestisida yang digunakan. Kesalahan dalam pemakaian dan penggunaan pestisida akan menyebabkan pembuangan residu pestisida yang tinggi pada

lingkungan pertanian sehingga akan menganggu keseimbangan lingkungan dan mungkin organisme yang akan dikendalikan menjadi resisten dan bertambah jumlah populasinya.

Untuk melindungi keselamatan manusia dan sumber-sumber kekayaan alam khususnya kekayaan alam hayati, dan supaya pestisida dapat digunakan efektif, maka peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 7 Tahun 1973 (Sudarmo, 1991).

Standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida dan pengarahan untuk penggunaan yang aman dari pestisida, seperti cara pelarutan, jumlah (konsentrasi), frekuensi dan periode dari aplikasi, ditentukan oleh aturan untuk meyakinkan bahwa tingkat residu tidak melebihi dari standar yang telah ditetapkan. Keamanan dari produk-produk pertanian dapat dijamin bila bahan-bahan kimia pertanian diaplikasikan berdasarkan standar keamanan untuk pengaplikasian pestisida (Uehara, 199 3).

Mengarakan kursus-kursus kepada para pengguna pada penggunaan yang aman dari pestisida, dengan penggunaan yang bijaksana dari pestisida yang akan menghasilkan perbaikan dalam produksi dan kualitas pertanian tanpa meninggalkan dampak negatif pada lingkungan. Kursus-kursus ini dapat diadakan oleh organisasi industri-industri bahan-bahan kimia pertanian (Ton, 1991).

Setiap kemasan dari bahan-bahan kimia pertanian harus dilengkapi/menggunakan keterangan perlindungan bagi keamanan pengguna. Jenis dan tingkat perlindungan berbeda tergantung pada tingkat keracunan dari masing-masing bahan kimia pertanian. Penyimpanan yang tepat dari bahan-bahan kimia pertanian dan keterangan mengenai pelepasan dari bahan kimia pertanian ke lingkungan termasuk tingkat yang dapat meracuni dan digambarkan pada label dari kemasan tersebut. Dengan memperhatikan keterangan-keterangan ini, keamanan para pengguna, keamanan dari pangan, keamanan dari konsumen pangan dan keamanan lingkungan dapat diwujudkan (Uehara, 1993).

b. Penelitian yang Mendukung Kepada Usaha Pelestarian Lingkungan

Kebijakan global pembatasan penggunaan pestisida sintetik, dapat menjadi kendala di dalam meningkatkan eksport komoditi pertanian, disamping juga semakin ketatnya peraturan mengenai keamanan lingkungan serta banyaknya kelemahan dalam pemakaian bahan kimia dan antibiotika untuk proteksi pertanian (tanaman dan hewan) (Suwanto, 1994; Suwahyono, 1996).

Salah satu usaha dalam mengatasi limbah yang disebabkan perkembangan teknologi dan peningkatan proses industrialisasi yaitu dengan cara menerapkan teknologi yang sejalan dengan proses-proses alamiah dengan adanya siklus-siklus tertutup tanpa membebani lingkungan. Ekoteknologi merupakan salah satu cara untuk mengatasi problem lingkungan

yaitu teknologi yang memerlukan energi yang kecil dan menghasilkan buangan sekecil mungkin (yang mampu diterima oleh lingkungan) atau bahkan tanpa buangan sama sekali (Utami dan Rahyu, 1996).

Beberapa contoh produk pestisida masa depan yang ramah lingkungan adalah daya mobilitas di tanah yang rendah, aktivitas unit yang tinggi, jangka waktu yang pendek, tidak menguap, mudah didekomposisi oleh mikroorganisme tanah, tingkat keracunan yang rendah pada hewan, perairan dan kehidupan di sekitarnya dan tingkat kerusakan produk yang rendah yang tidak membahayakan lingkungan. Penelitian pada pengendalian

hama yang ramah lingkungan yaitu melalui rekayasa genetik dengan membuat tanaman-tanaman yang resisten terhadap hama melalui pengetahuan bioteknologi. Penelitian juga dilakukan pada perum usan bahanbahan kimia yang ditujukan untuk memperbaiki keamanan dan lebih mengefektifkan kegunaan dari bahan-bahan kimia pertanian (Ton, 1991; Uehara, 1993).

c. Pengendalian Hayati/Biologi

Peningkatan pembangunan pertanian diarahkan pada sistem pertanian berkelanjutan, dimana makna dari “berkelanjutan” adalah mengelola sumber daya yang ada sehingga dapat digunakan secara berkesinambungan serta meminimalisasi dampak negatif yang timbul. Dengan adanya pertanian berkelanjutan, maka penggunaan pestisida dapat secara teliti dan bertanggung jawab (Ton, 1991; Sa’id, 1994).

Dalam pertanian berkelanjutan, petani harus belajar dan meninggalkan metode produksi yang memakai banyak bahan kimia. Memakai cara rotasi tanam, menanam kacangan dan rumput untuk mengisipersediaan N, merawat tanah dengan pupuk dan kompos, serta mendaur ulang bahan organik. Pendekatan ini akan melindungi tanah dan mencegah pencemaran dan pencucian pupuk/bahan kimia dari tanah ke aliran sungai (Hallowell, 1997).

Dengan semakin ketatnya peraturan pemakaian bahan kimia, pengendalian hayati atau biokontrol merupakan salah satu strategi untuk mengatasi dampak pencemaran lingkungan akibat pemakaian bahan kimia untuk proteksi pertanian. Menurut Ehrlich (1990) dan Lindow (1988) dalam Suwanto (1994), pengendalian suatu penyakit melalui biokontrol membutuhkan pengetahuan yang rinci mengenai interaksi patogen inang dan antara patogen dengan mikroba-mikroba sekitarnya. Pengetahuan ini sangat penting karena prinsip biokontrol adalah pengendalian dan bukan pemberantasan patogen. Keberhasilan suatu biokontrol ditentukan oleh kemampuan hidup agen biokontrol tersebut dalam lingkungannya. Salah satu agensia pengendalian hayati yang efektif yaitu jamur Trichoderma spp yang mempu menangkal pengaruh negatif jamur pathogen pada tanaman kedelai (tanaman inang). Species Trichoderma harzianum dan Trichoderma viridae dapat mengendalikan aktifitas jamur pathogen Rhizoctonia solanii yang memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan berkecambah biji kedelai dan pertumbuhan biomassa tanaman (Suwahyono, 1996).

Permasalahan bahan residu pestisida dapat juga diatasi dengan menggunakan metode Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yang menggabungkan beberapa metode pengendalian, termasuk diantaranya menggunakan bahan hayati sebagai pengendali. Bagi lahan yang telah tercemar oleh residu pestisida, dewasa ini telah dikembangkan “Bioremediasi”. “Bioremediasi” dikenal sebagai usaha perbaikan tanah dan air permukaan dari residu pestisida atau senyawa rekalsitran lainnya dengan menggunakan jasa mikroorganisme. Mikroorganisme yang digunakan berasal dari tanah namun karena jumlahnya masih terbatas sehingga masih perlu pengkayaan serta pengaktifan yang tergantung pada tingkat rekalsitran senyawa yang dirombak (Sa’id, 1994)

BAB III

Kesimpulan

1. Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama.

2. Peranan pestsida adalah untuk pengendali jasad-jasad pengganggu dalam bidang pertanian dan diperlukan dalam bidang kehutanan terutama untuk pengawetan kayu dan hasil hutan yang lainnya.

3. Pestisida Dari Sawah Berpengaruh Buruk Terhadap Kualitas Lingkungan Seperti pada Aliran Sungai yang berdampak terhadap dampak rantai makanan.

4. Upaya Penanggulangan Pencemaran Pestisida

· Peraturan dan Pengarahan Kepada Para Pengguna

· Penelitian yang Mendukung Kepada Usaha Pelestarian Lingkungan

· Pengendalian Hayati/Biologi

Daftar Pustaka

Alexander, M., 1977. Soil Microbiology, Second Edition. John Wiley & Sons, Ind., New York, pp 438-440.

Loehr, R.C., 1984. Pollution Control for Agriculture, Second Edition. Academic Press, Inc., Florida, pp 28-29, 399-401.

Sa’id, E.G., 1994. Dampak Negatif Pestisida, Sebuah Catatan bagi Kita Semua. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor, hal 71-72.

Sudarmo, S., 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius, Yogyakarta, hal 15-33.

Suwanto, A., 1994. Mikroorganisme Untuk Biokontrol : Strategi Penelitian dan Penerapannya Dalam Bioteknologi Pertanian. Agrotek, Vol. 2(1). IPB, Bogor, hal 40-46.

Ton, S.W., 1991. Environmental Considerations With Use of Pesticides in Agriculture. Paper pada Lustrum ke-VIII Fakultas Pertanian USU, Medan.

DILARANG MENGGUNAKAN PESTISIDA APAPUN UNTUK PROYEK

MENGAPA ?

• Aliran air dari persawahan/perkebunan yang mengunakan pestisida akan

mencemari permukaan air.

• Peresapan ke dalam tanah kemungkinan akan mencemari air dalam tanah.

• Pemakaian pestisida secara berlebihan akan membahayakan kesehatan,

terutama anak-anak.

• Pestisida kemungkinan dapat mencemari ekosistem, misalnya tumbuhtumbuhan,

serangga yang menguntungkan, burung, dll.

Girsang Warlinson Dampak negative Pengguna PestisidaDpk. Fak. Pertanian USI P.Siantar 2011

Tugas

agroekologi

Pemakaian pestisida pada area Persawahan dan Perkebunan dan Efeknya terhadap aliran Sungai

Oleh

Suratni Afrianti

1021209102

Program Studi Ilmu lingkungan

Fakultas pascasarjana

Universitas andalas

Padang

2011

Pemakaian pestisida pada area Persawahan dan Perkebunan dan Efeknya terhadap aliran Sungai

Oleh

Suratni Afrianti

1021209102

Program Studi Ilmu lingkungan

Fakultas pascasarjana

Universitas andalas

Padang

2011

Program Studi Ilmu lingkungan

Fakultas pascasarjana

Universitas andalas

Padang

2 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus

  2. Pengakuan tulus dari: FATIMAH TKI, kerja di Singapura

    Saya mau mengucapkan terimakasih yg tidak terhingga
    Serta penghargaan & rasa kagum yg setinggi-tingginya
    kepada KY FATULLOH saya sudah kerja sebagai TKI
    selama 5 tahun Disingapura dengan gaji Rp 3.5jt/bln
    Tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
    Apalagi setiap bulan Harus mengirimi Ortu di indon
    Saya mengetahui situs KY FATULLOH sebenarnya sdh lama
    dan jg nama besar Beliau
    tapi saya termasuk orang yg tidak terlalu yakin
    dengan hal gaib. Karna terdesak masalah ekonomi
    apalagi di negri orang akhirnya saya coba tlp beliau
    Saya bilang saya terlantar disingapur
    tidak ada ongkos pulang.
    dan KY FATULLOH menjelaskan persaratanya.
    setelah saya kirim biaya ritualnya.
    beliau menyuruh saya untuk menunggu
    sekitar 3jam. dan pas waktu yg di janjikan beliau menghubungi
    dan memberikan no.togel "8924"mulanya saya ragu2
    apa mungkin angka ini akan jp. tapi hanya inilah jlnnya.
    dengan penuh pengharapan saya BET 200 lembar
    gaji bulan ini. dan saya benar2 tidak percaya & hampir pingsan
    angka yg diberikan 8924 ternyata benar2 Jackpot….!!!
    dapat BLT 500jt, sekali lagi terima kasih banyak KY
    sudah kapok kerja jadi TKI, rencana minggu depan mau pulang
    Buat KY,saya tidak akan lupa bantuan & budi baik KY.
    Demikian kisah nyata dari saya tanpa rekayasa.
    Buat Saudaraku yg mau mendapat modal dengan cepat

    ~~~Hub;~~~

    Call: 0823 5329 5783

    WhatsApp: +6282353295783

    Yang Punya Room Trimakasih

    ----------

    BalasHapus